Para Wali Songo yang datang ke Tanah Jawa bukan sendiri-sendiri dan tanpa program, beliau meninggalkan keluarga dan kampung halamannya untuk mendakwahkan agama dengan harta dan diri mereka untuk ta’at perintah Allah dan Rasul-Nya. Hal ini bukan sekedar kebetulan, beliau berkumpul dengan sahabat-sahabat yang lain. Para Da’i dan Wali Allah yang masuk ke Tanah Jawa ini tidak hanya satu rombongan saja seperti anggapan kebanyakan orang. Sesungguhnya semua ada 5 periode atau 5 rombongan. Dalam 1 rombongan semuanya berjumlah 9 (sembilan) orang dan setiap satu rombongan semuanya memiliki keistimewaan atau keahlian sendiri-sendiri yang sangat munasib (kompeten) ada Ahli Tata Negara, Ahli Ilmu Dinniyah atau Agama, Ilmu Teknik, Ahli Seni, dll.
Periode yang pertama Amir (pimpinan) rombongan adalah Syech Maulana Malik Ibrohim makamnya di Gresik. Ma’murnya (anggota) : 1. Syech Maulana Ibrohim As Samarqondi makamnya di Gresik Harjo Tuban 2. Syech Maulana Ishak makamnya di Aceh 3. Syech Maulana Ibrohim Jamadil Qubro makamnya di Pamijahan Jabar 4. Syech Maula Achmad Jamadil Qubro makamnya di Trowulan Mojokerto. 5. Syech Maulana Subakir pulang ke Persia. 6. Syech Maulana Sulthon Hasanuddin makamnya di Banten Lama. 7. Syech Maulana ‘Aliyuddin, adik Sulthon Hasanuddin makamnya di gunung Santri Cilegon. 8. Maaf kitabnya terkoyak karena terlalu kuna, tulisan nama kurang jelas, ada keterangan beliau pulang ke Tigriets - Irak. Selang 9 tahun Hijriyah datang lagi satu rombongan periode yang ke 2 Amir rombongan Syech Maulana Rochmat yang di kenal dengan julukan Raden Rochmat atau Sunan Ampel karena bertempat di Desa Ampel Dento Surabaya. Adapun anggotanya yang sebanyak 8 orang itu kebanyakan anggota yang lama disebabkan anggota yang lama sudah berkurang karena wafat, yakni Syech Maulana Ibrohim As Samarqondi yaitu ayah Sunan Ampel Syech Maulana Ibrohim Jamadil Qubro sedangkan Syech Subaqir pulang ke Persia awal tahun ke 8. Periode yang ke 3 Amir adalah putra tunggal dari Syech Maulana Ishaq wafat di Aceh pada saat mendirikan sebuah Masjid di Banda Aceh. Adapun menurut Kitab Tarihul Auliya’, Syech Maulana Ainulyaqin adalah pengamal fiqih Al Hanafiyah yang sangat istiqomah seperti ayahnya. Ma’mur atau anggota dari rombongan yang ke 3 ini ialah: 1. Syech Maulana Rohmatulloh yaitu Sunan Ampel, fiqihnya Hanafiyah. 2. Syech Maulana Maghdum Ibrohim atau Sunan Bonang fiqihnya As Syafi’iyah. 3. Syech Maulana Qosim Syarifuddin atau Sunan Drajat Al Hanafiyah. 4. Syech Maulana Ja’far Shodiq atau Sunan Kudus Al Malikiyah. 5. Syech Maulana Syarif Hidayatulloh atau Sunan Gunung Jati Al Hanafiyah. 6. Syech Maulana Fatahillah Al Hanafiyah. 7. Syech Maulana Muhammad Sa’id atau Sunan Kali Jaga pengganti Syech Siti Jennar yang kena HUKUM KISHOS karena melanggar tertib Da’wah pada saat itu. 8. Syech Maulana Ainur Rohmat atau Sunan Sendang 9 km di sebelah barat dari Makam Sunan Drajat di desa Sendang satu kecamatan dengan Sunan Drajat. Periode yang ke 4 (empat) Amir rombongannya adalah Syech Maulana Sulthon Fatahillah yang di kenal sebagai Raden Patah cucu dari Raja Brawijaya yaitu Raja Majapahit sendiri Ma’murnya kebanyakan orang lama yaitu: 1. Sunan Giri. 2. Sunan Bonang. 3. Sunan Drajat. 4. Sunan Sendang. 5. Sunan Gunung Jati 6. Sunan Muriya yang ber-usia 19th. 7. Syech Maulana Taufiqur Rohman yang nama Tiong Hwoa-nya K. Cheng Hoo As Syafi’iyah. 8. Sunan Kudus. Periode rombongan yang ke 5 (lima) Amir rombongan adalah Syech Maulana Umar Syahid atau Sunan Muriya As Syafi’iyah putra Sunan Kali Jaga yang pada saat itu ber-usia 25th. Ma’mur rombongan ke 5 adalah : 1. Sunan Giri. 2. Sunan Bonang. 3. Sunan Sendang. 4. Sunan Tembayat. 5. Sunan Geseng. 5. Sunan Kudus. 7. Phai Lie Bang . 8. Syech Maulana Taufiqur Rohman nama Tiong Hwoa-nya K. Cheng Hoo. Perlu diketahui dalam kitab Tarihul Aulya’ bahwa ke lima Rombongan ini mulai dari priode yang pertama sampai yang ke lima semuanya diberi BAYAN HIDAYAH di Masjid Nabawi Madinatul Munawwaroh al Arobiyyah Saudiyyah, sedangkan rombongan yang seterusnya sudah tidak di Bayan Hidayah di Masjid Nabawi lagi. Di Kerajaan Demak sudah di dirikan Masjid yang menjadi Markaz beliau dan sudah sering di datangkan melalui Negeri Ghujarod (India sekarang). Karena tekanan dari misionaris dari Nederland, Portugis, dan Inggris yang menjajah Asia sehingga sangat banyak Ulama yang dibantai oleh mereka. Untuk menyiasati kejahatan orang-orang kristian pada saat itu, para Da’i kita untuk keluar di Jalan Allah yang sekarang di sebut Khuruj Fii Sabilillah tidak di batasi sebanyak 9 (sembilan) orang lagi dalam satu rombongan, namun program dan tertib Da’wah tetap di jalankan dengan Istiqomah. Seperti nishob, rute perjalanan, program Silaturrohim wilayah yang menjadi tujuan, Musyawaroh, Ta’lim, tetap di jalankan seperti bisanya seolah olah tak pernah terjadi suatu apapun, dan tetap TAWAJJUH kepada ALLAH dan tidak terkesan dengan keadaan di luar lingkungan, tetap ta’at pada keputusan musyawaroh. Target utamanya adalah Da’wah, jadi siapapun manusianya diajak ta’at kepada Allah SWT dan ber-Amal Sholeh. Diajak untuk bersama-sama mengamalkan agama, menghidupkan amal-amal agama dan juga amal-amal masjid sebgaimana Masjid Madinah Al-Munawaroh. ternyata tertib dakwah mereka sama dengan tertib dakwah yang dilakukan oleh JT (Jamaah Tabligh) .... , Pergerakan dakwah yg semakin berkembang saat ini.... Laailahaillalloh…Muhammadurrosulullah…. 2. USAHA DAKWAH WALISONGO DALAM KITAB-KITAB Ternyata tidak hanya Kitab Tarikhul Auliya Syaikh Maulana Murodi bin Husain bin Ibrohim al Asy’ari saja yang menceritakan tentang perjalanan usaha dakwah para walisongo di nusantara ini. Abu Abdullah Muhammad bin Battutah atau lebih dikenal dengan sebutan Ibnu Batutah telah menuliskan laporan perjalanannya keliling dunia dalam Kitab Kanzul Ulum. Di Gresik (daerah Leran) ditemukan batu bertahun 1082 Masehi berhuruf Arab yang menceritakan bahwa telah meninggal seorang perempuan bernama Fatimah binti Maimun yang beragama Islam. Lalu disekitar tahun 1350 saat memuncaknya kebesaran Majapahit, di pelabuhan Tuban dan Gresik banyak kedatangan para pedagang Islam dari India dan dari Kerajaan Samudra (Aceh Utara) yang juga awalnya merupakan bagian dari Majapahit, disamping para pedagang Majapahit yang berdagang ke Kerajaan Samudra. Juga menurut cerita, ada seorang putri Islam berjuluk Putri Cempa dan Putri Cina yang menjadi isteri salah satu raja Majapahit. Sangat toleransinya Majapahit terhadap Islam terlihat dari banyaknya makam Islam di desa Tralaya, dalam kota kerajaan, dengan angka tertua di batu nisan adalah tahun 1369 (saat Hayam Wuruk memerintah). Yang menarik, walau kuburan Islam tetapi bentuk batu nisannya seperti kurawal yang mengingatkan kala-makara, berangka tahun huruf Kawi, yang berarti bahwa di abad XIV Islam walau agama baru bagi Majapahit tetapi sebagai unsur kebudayaan telah diterima masyarakat. Diketahui pula bahwa para pendatang dari barat maupun orang-orang Tionghoa ternyata sebagian besar beragama Islam, yang terus berkembang dan mencapai puncaknya di abad XVI saat Kerajaan Demak. Mereka yang dianggap sebagai penda’wah yang sangat giat menyebarkan agama Islam diberi julukan Wali-Ullah dan di Jawa dikenal sebagai Wali Sanga (9), yang merupakan dewan Dakwah/Mubaligh. Kelebihan mereka dibanding kepercayaan/agama penduduk lama adalah tentang kekuatan bathin yang lebih, ilmu yang tinggi dan tenaga ghaib. Sehingga mereka selalu dihubungkan dengan tasawwuf serta sangat kurang dalam pengajaran fiqh ataupun qalam. Mereka tidak hanya berkuasa dalam agama, tapi juga dalam hal pemerintahan dan politik. Menurut Kitab Kanzul Ulum Ibnu Batutah, Wali Sanga berganti susunan orangnya sebanyak 5 (lima) kali yaitu : Dewan I tahun 1404 M :
1. Syeh Maulana Malik Ibrahim, asal Turki, ahli mengatur negara, dakwah di Jawa Timur, wafat di Gresik tahun 1419.
2. Maulana Ishaq, asal Samarkand - Rusia, ahli pengobatan, dakwah di Jawa lalu pindah dan wafat di Pasai (Singapura).
3. Maulana Ahmad Jumadil Kubra, asal Mesir, dakwah keliling, makam di Troloyo – Triwulan Mojokerto.
4. Maulana Muhammad Al Maghrobi, asal Maghrib – Maroko, dakwah keliling, makamnya di Jatinom Klaten tahun 1465.
5. Maulana Malik Isro’il, asal Turki, ahli mengatur negara, dimakamkan di Gunung Santri antara Serang Merak di tahun 1435.
6. Maulana Muhammad Ali Akbar, asal Persia/Iran, ahli pengobatan, dimakamkan di Gunung Santri tahun 1435.
7. Maulana Hasanuddin, asal Palestina, dakwah keliling, dimakamkan tahun 1462 di samping masjid Banten Lama
8. Maulana Aliyuddin, asal Palestina, dakwah keliling, dimakamkan tahun 1462 di samping masjid Banten Lama
9. Syeh Subakir, asal Persia, ahli menumbali tanah angker yang dihuni jin jahat, beberapa waktu di Jawa lalu kembali dan wafat di Persia tahun 1462.
Dewan II tahun 1436 M :
1. Raden Rahmad Ali Rahmatullah berasal dari Cempa - Muangthai Selatan, datang tahun 1421 dan dikenal sebagai Sunan Ampel (Surabaya) menggantikan Malik Ibrahim yang wafat.
2. Sayyid Ja’far Shodiq, asal Palestina, datang tahun 1436 dan tinggal di Kudus sehingga dikenal sebagai Sunan Kudus, menggantikan malik Isro’il.
3. Syarif Hidayatullah, asal Palestina, datang tahun 1436 menggantikan Ali Akbar yang wafat.
Dewan III tahun 1463 M :
1. Raden Paku / Syeh Maulana A’inul Yaqin pengganti ayahnya yang pulang ke Pasai, kelahiran Blambangan, putra dari Syeh Maulana Ishak, berjuluk Sunan Giri dan makamnya di Gresik.
2. Raden Said atau Sunan Kalijaga, putra adipati Tuban bernama Wilatikta, yang menggantikan Syeh Subakir yang kembali ke Persia.
3. Raden Makdum Ibrahim atau Sunan Bonang kelahiran Ampel, putra Sunan Ampel yang menggantikan Hasanuddin yang wafat.
4. Raden Qosim atau Sunan Drajad kelahiran Ampel, putra Sunan Ampel yang menggantikan Aliyyuddin yang wafat.
Dewan IV tahun 1466 M :
1. Raden Patah putra raja Brawijaya Majapahit (tahun 1462 sebagai adipati Bintoro, tahun 1465 membangun masjid Demak dan menjadi raja tahun 1468) murid Sunan Ampel, menggantikan Ahmad Jumadil Kubro yang wafat.
2. Fathullah Khan, putra Sunan Gunung jati, menggantikan Al Maghrobi yang wafat.
Dewan V :
1. Raden Umar Said atau Sunan Muria, putra Sunan Kalijaga, yang menggantikan wali yang telah wafat.
2. Syeh Siti Jenar adalah wali serba kontraversial, dari mulai asal muasal yang muncul dengan berbagai versi, ajarannya yang dianggap menyimpang dari agama Islam tapi sampai saat ini masih dibahas di berbagai lapisan masyarakat, masih ada pengikutnya, sampai dengan kematiannya yang masih dipertanyakan caranya termasuk dimana ia wafat dan dimakamkan.
3. Sunan Tembayat atau adipati Pandanarang yang menggantikan Syeh Siti Jenar
3. SEMBOYAN WALISONGO
Para Walisoongo mempunyai semboyan yang terekam hingga saat ini adalah :
1. Ngluruk Tanpo Wadyo Bolo / Tanpa pasukan tentara : Berdakwah dan berkeliling kedaerah lain tanpa membawa pasukan. Jangan yakin dengan banyaknya jumlah kita,…..yakin dengan pertolongan Allah swt.
2. Mabur Tanpo Lar/Terbang tanpa Sayap : Kita bergerak jumpa umat…dari orang ke orang…. jumpa ke rumah-rumah mereka ..Pergi kedaerah nan jauh walaupun tanpa asbab/ sebab yang nampak.
3. Mletik Tanpo Sutang/Meloncat Tanpa Kaki : Pergi kedaerah yang sulit dijangkau seperti gunung-gunung juga tanpa sebab yang kelihatan. Niat untuk dakwah keseluruh alam, Allah swt yg berangkatkan kita bukan asbab-asbab dunia seperti harta dsb…
4. Senjoto Kalimosodo : Kemana-mana hanya membawa kebesaran Allah SWT. selalu mendakwahkan kalimat iman, mengajak umat pada iman dan amal salih….(Kalimosodo : Kalimat Shahadat)
5. Digdoyo Tanpo Aji : Walaupun dimarahi, diusir, dicaci maki bahkan dilukai fisik, perasaan dan mentalnya namun mereka seakan-akan seperti orang yang tidak mempan diterjang bermacam-macam senjata. Kita dakwah, Allah swt akan Bantu (jika kalian Bantu Agama Allah, maka pasti Allah akan tolong kalian dan Allah akan menangkan kalian)
6. Perang Tanpo tanding : Dalam memerangi nafsunya sendiri dan mengajak orang lain supaya memerangi nafsunya. Tidak pernah berdebat atau bertengkar. dakwah dengan hikmah, kata-kata yg sopan, ahlaq yg mulia dan doa menangis-menangis pada Allah agar umat yg kita jumpai dan umat seluruh alam dapat hidayah….bukan dengan kekerasan…. Nabi saw bersabda yg maknanya kurang lebih : ‘Haram memerangi suatu kaum sebelum kalian berdakwah (berdakwah dgn hikmah) kepada mereka”
7. Menang Tanpo Ngesorake/Merendahkan : Mereka ini walaupun dengan orang yang senang, membenci, mencibir, dan lain-lain akan tetap mengajak dan akhirnya yang diajak bisa mengikuti usaha agama dan tidak merendahkan, mengkritik dan membanding-bandingkan, mencela orang lain bahkan tetap melihat kebaikannya.
8. Mulyo Tanpo Punggowo : Kemuliaan hanya dalam Iman dan Amalan agama bukan dengan banyaknya pengikut. Dimulyakan, disambut, dihargai, diberi hadiah, diperhatikan, walaupun mereka sebelumnya bukan orang alim ulama, bukan pejabat, bukan sarjana ahli tetapi karena menjadi Da’i yang menjadikan dakwah maksud dan tujuan hidup, maka Allah swt muliakan mereka.
9. Sugih Tanpo Bondo : Mereka akan merasa kaya dalam hatinya. Keinginan bisa kesampaian terutama keinginan menghidupkan sunnah Nabi, bisa terbang kesana kemari dan keliling dunia melebihi orang terkaya didunia. Jangan yakin pada harta….kebahagiaan dalam agama, dakwah jangan bergantung dgn harta
10. Kuncara Tanpo Woro-woro : Menyebar, terkenal tanpa gembar-gembor, propaganda, iklan-iklan dsb
artinya bergerak terus jumpa umat, kerja untuk umat, kerja untuk Agama dengan ikhlas karena mengharap Ridho Allah swt, tidak perlu disiar-siarkan atau di umum-umumkan. Allah sajalah yang menilai perjuangan kita.
3. Pesan Walisongo Sunan Kalijogo
1. Yen kali ilang kedunge : jika sungai sudah mulai kering… jika sumber air sudah mulai kering.. maksudnya jika para alim ulama sumber ilmu sudah mulai wafat satu persatu…maka ini alamat bahwa dunia mau di-Qiamatkan Allah SWT. Ulama ditamsilkan seperti air yang menghidupkan hati2 manusia yang gelap tanpa cahaya hidayah..
2. Yen pasar ilang kumandange : Jika pasar sudah mulai diam.. maksudnya jika perdagangan sudah tidak dengan tawar-menawar karena banyaknya mall dan pasar swalayan yang berdiri. kata orang2 tua kita dahulunya semua pasar memakai sistem tawar menawar sehingga suaranya begitu keras terdengar dari kejauhan seperti suara lebah yang mendengung.. ini kalo aku boleh beri istilah adalah adanya kehangatan dalam social relationship dalam masyarakat.. tapi sekarang sudah hilang…biarpun kita sering ke plasa atau ke supermarket ratusan kali kita tidak kenal para pelayan dan cashier di tempat itu..
3. Yen wong wadon ilang wirange : Jika wanita sudah tidak punya rasa malu……Belum menutup auratnya, dsb
4. Enggal-enggal topo lelono njajah deso milangkori ojo bali sakdurunge patang sasi, enthuk wisik soko Hyang Widi : Bermujahadah, susah payah berkelana dalam perjalanan ruhani guna memperbaiki diri atau perjalanan fisabilillah menjelajahi desa-desa/ negara-negara, menghitung pintu (bersilaturahim) jangan pulang2 sebelum selesai program 4 (empat) bulan, cari petunjuk, hidayah dan kepahaman agama dari Dzat yang Maha Kuasa..
Semoga bermanfaat… Wallahu’alam
Prof. DR. KH Imam Buchori Musliem, LC telah memberikan artikel tentang usaha dakwah para walisongo di nusantara yang diambil dari sumber kitab TARIKHUL AULIA’ yaitu dari kakek buyutnya sendiri Syeikh Maulana Murodi bin Abdulloh bin Husain bin Ibrohim Al-Asy’ari, sekitar 421 tahun yang lalu. Wallohu'alam.........
belajar komentar
BalasHapus